Adit nama bocah kecil itu. Usianya baru 11 tahun, namun tugasnya
sama dengan orang dewasa lainnya. Mencari nafkah, mengurus rumah dan menguris
sang nenek yang sudah renta. Adit adalah cucu satu-satunya dari nenek Masnah.
Orangtua Adit sudah meninggal dunia. Hanya nenek Masnah lah keluarga yang dia
miliki. Sarif : ayah Adit, adalah anak nenek Masnah satu-satunya. Sedangkan ibu
Adit tidak diketahui dimana keluarganya.
Di rumah gubuk ini Adit dan nenek Masnah tinggal bersama. Dalam
suka dan duka. Penuh kekurangan dan kesusahan. Beban hidup Adit bertambah
dengan kondisi nenek Masnah yang sudah renta. Beliau hanya bisa terbaring
ditempat tidur. Usianya memang sudah tua sekiat 80an. Sudah tidak memiliki
banyak tenaga unuk melakukan aktifitas seperti biasanya. Adit lah yang
melakukan semua pekerjaan. Cucu yang selalu dia banggakan. Nenek Masnah selalu
berdoa pada Tuhan, agar Tuhan merubah nasib cucunya dengan lebih baik lagi.
Pagi hari sebelum berangkat sekolah Adit menyiapkan segala sesuatunya, sehingga tidak menyusahkan nenek Masnah di rumah.
"Nek..Adit berangkat sekolah dulu ya. Air minum dan makanan Adit sudah siapkan di sini." Kata Adit pada nenek Masnah yang terbaring di ranjang tua nya. Disebelah tempat tidur terdapat meja kayu tempat Adit biasa menyiaplkan botol minum dan makanan untuk nenek Masnah. Pagi ini hanya singkong rebus saja. Sambil mencium tangan nenek Masnah.
"Pergilah Nak..nenek berdoa pada Tuhan agar kau menjadi anak yang pandai." Balas nenek Masnah sambil mengelus kepala Adit dengan lembut.
Pagi hari sebelum berangkat sekolah Adit menyiapkan segala sesuatunya, sehingga tidak menyusahkan nenek Masnah di rumah.
"Nek..Adit berangkat sekolah dulu ya. Air minum dan makanan Adit sudah siapkan di sini." Kata Adit pada nenek Masnah yang terbaring di ranjang tua nya. Disebelah tempat tidur terdapat meja kayu tempat Adit biasa menyiaplkan botol minum dan makanan untuk nenek Masnah. Pagi ini hanya singkong rebus saja. Sambil mencium tangan nenek Masnah.
"Pergilah Nak..nenek berdoa pada Tuhan agar kau menjadi anak yang pandai." Balas nenek Masnah sambil mengelus kepala Adit dengan lembut.
*****
Untuk memenuhi biaya hidup Adit bekerja serabutan. Apa saja
asalkan halal, begitu nasehat nenek Masnah. Kadang para tetangga ada yang
memberi makanan pada keluarga kecil ini. Rumah gubuk nenek Masnah terletak
diantara rumah penduduk. Hanya rumah merekalah yang masih berdinding bilik
bambu. Listrik nya diberi tumpangan oleh Ibu Mia tetangga sebelah tanpa perlu
membayar. Para tetangga disini semuanya memang baik-baik.
"Adit..cepatlah pulang, nenekmu dia muntah-muntah tidak henti-hentinya." Kata pak Joko menyusul Adit yang sedang bekerja di tempat pak Anwar. Pak Anwar adalah penjual makanan khas daerah kami. Usahanya sedang maju-majunya. Saat ini dia sedang mendapat order dari daerah lain, sehingga memerlukan tenaga tambahan. Upahnya lumayan dibayarkan satu minggu sekali. Namun jika tidak ada order Adit hanya diam di rumah menunggu orang yang datang untuk meminta jasa tenaganya.
"Adit..cepatlah pulang, nenekmu dia muntah-muntah tidak henti-hentinya." Kata pak Joko menyusul Adit yang sedang bekerja di tempat pak Anwar. Pak Anwar adalah penjual makanan khas daerah kami. Usahanya sedang maju-majunya. Saat ini dia sedang mendapat order dari daerah lain, sehingga memerlukan tenaga tambahan. Upahnya lumayan dibayarkan satu minggu sekali. Namun jika tidak ada order Adit hanya diam di rumah menunggu orang yang datang untuk meminta jasa tenaganya.
Dengan tergesa-gesa Adit segera pulang menuju rumahnya. Sekolah
Adit jaraknya memang lumayan jauh. Tergopoh-gopoh Adit menemui nenk Masnah yang
sudah sakaratul maut. Nafasnya tersengal-sengal menahan beban.
"Nek...nenek..nenek kenpaa?" Tanya Adit. Nenek memang punya penyakit paru-paru. Namun karena keterbatasan biaya, penyakit itu tak pernah diobati.
"Nenek tidak apa-apa nak, hanya lelah saja. Jadilah anak yang pandai dan berguna bagi sekitar. Jangan sombong dan jangan menyakiti orang lain." Begitu pesan nenek. Dengan senyum terakhirnya yang manis nenek Masnah pun meninggal dunia. Penuh ketenangan dan kebahagiaan karena dia telah mendidik cucunya dengan baik.
"Nenek.........." Teriak Adit histeris, dengan memeluk nenek untuk terakhir kalinya. Para tetangga yang menyaksikan ikut pula menangis. Tak tahan menahan rasa haru atas kepergian nenek Masnah yang telah mereka kenla selama ini.
Almarhum memang semasa hidupnya dikenal orang yang sangat baik, pekerja keras tak pernah meminta pada tetangga. Orangnyabringan tangan membantu siapaun meski hanya dibayar ala kadarnya saja. Nenek Masnah yang baik itu telah berpulang kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Selamta tinggal nenek..semoga kau tenang disisi-Nya. Amin.
"Nek...nenek..nenek kenpaa?" Tanya Adit. Nenek memang punya penyakit paru-paru. Namun karena keterbatasan biaya, penyakit itu tak pernah diobati.
"Nenek tidak apa-apa nak, hanya lelah saja. Jadilah anak yang pandai dan berguna bagi sekitar. Jangan sombong dan jangan menyakiti orang lain." Begitu pesan nenek. Dengan senyum terakhirnya yang manis nenek Masnah pun meninggal dunia. Penuh ketenangan dan kebahagiaan karena dia telah mendidik cucunya dengan baik.
"Nenek.........." Teriak Adit histeris, dengan memeluk nenek untuk terakhir kalinya. Para tetangga yang menyaksikan ikut pula menangis. Tak tahan menahan rasa haru atas kepergian nenek Masnah yang telah mereka kenla selama ini.
Almarhum memang semasa hidupnya dikenal orang yang sangat baik, pekerja keras tak pernah meminta pada tetangga. Orangnyabringan tangan membantu siapaun meski hanya dibayar ala kadarnya saja. Nenek Masnah yang baik itu telah berpulang kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Selamta tinggal nenek..semoga kau tenang disisi-Nya. Amin.
*****
Sudah satu bulan nenek pergi meninggalkan Adit. Namun kesedihan
itu belum hilang juga dari pikiran Adit. Rasa kehilangan oleh orang yang dia
cintai.
"Adit..apa kau baik-baik saja?" Tanya bu Monik didalam kelas. Bu Monik adalah wali kelas Adit di kelas lima ini.
"Iya bu, Adit baik-baik saja." Jawab Adit.
"Pulang sekolah nanti Adit ikut ibu Monik ke rumah ya, maukan?" Ajak ibu Monik.
Dengan malu Adit menganggukkan kepalanya. Tanpa tahu kenapa ibu Monik mengajaknya main keumah.
"Adit..apa kau baik-baik saja?" Tanya bu Monik didalam kelas. Bu Monik adalah wali kelas Adit di kelas lima ini.
"Iya bu, Adit baik-baik saja." Jawab Adit.
"Pulang sekolah nanti Adit ikut ibu Monik ke rumah ya, maukan?" Ajak ibu Monik.
Dengan malu Adit menganggukkan kepalanya. Tanpa tahu kenapa ibu Monik mengajaknya main keumah.
Ibu Monik adalah warga baru dikampung kami. Beliau baru saja
pindah bersama suami dan anaknya yang masih kecil: Lara nama anaknya. Usianya
baru satu tahun. Dia tinggal bersama neneknya , ibu dari Ibu Monik. Pa Wawan,
suami ibu Monik adalah seorang perwira polisi.
Rumah bu Monik sangat besar dan asri. Untuk ukuran kami
dikampung terbilang megah. Adit duduk diteras rumah. Sambil menunggu bu Monik
yang masuk kedalam rumah. Datanglah Lara dengan memakai roda berjalan
menghampiri Adit. Gadis lucu itu langsung mengajak Adit bermain. Dengan rambut
ikalnya dan senyum yang genit semakin menambah kelucuannya.
"Lara...ayo ketahuan ya nakal sama kakak Adit." Kata bu Monik keluar dari dalam rumah.
"Namanya siapa bu?" Tanya Adit.
"Namanya Lara. Bi...minumannya mana?" Kata bu Monik pada pembantu rumah tangganya.
"Selamat siang...oh ini yang namanya Adit?" Datang nenek Lara , ibunya ibu Monik.
"Iya bu.."
"Tampan ya...pandai lagi." Kata nenek Lara. Adit mencium tangan kanan nenek Lara. Adit hanya tersenyum dipuji seperi itu. Adit memang juara kelas. Semua kawan-kawannya senang pada Adit sebab dia selalu membantu kawan-kawannya belajar.
"Begini Adit, ibu ingin meminta tolong pada Adit agar mau membantu ibu menjaga Lara dirumah, soalnya neneknya Lara minggu besok akan pulang ke Jakarta untuk mendampingi adik ibu yang sedang kuliah disana. Kasihankan adik ibu itu wanita jika ditinggal sendiri takut kenapa-napa." Terang bu Monik.
"Iya nak Adit, bukannya nenek tidak betah tinggal disini tapi nenek cemas jika meninggalkan anak gadis nenek swndirian dikota." Lanjut nenek Lara.
"Adit maukan? Adit masih bisa sekolah kok. Lagi pula kasihan bibi sumi tidak ada yang membantu. Lara sekarang semakin susah diawasi dit." Kata bu Monik.
"Adit mau bu, kebetulan Adit sedang tidak ada pekerjaan." Kata Adit dengan senangnya. Dia mulai menyukai gadis kecil ini yang minta untuk digendong.
"Tuh lihat dit, Lara saja senang pada Adit, ya kan sayang." Kata nenek Lara pula.
Mereka terawa bersama sambil menggoda Lara.
"Lara...ayo ketahuan ya nakal sama kakak Adit." Kata bu Monik keluar dari dalam rumah.
"Namanya siapa bu?" Tanya Adit.
"Namanya Lara. Bi...minumannya mana?" Kata bu Monik pada pembantu rumah tangganya.
"Selamat siang...oh ini yang namanya Adit?" Datang nenek Lara , ibunya ibu Monik.
"Iya bu.."
"Tampan ya...pandai lagi." Kata nenek Lara. Adit mencium tangan kanan nenek Lara. Adit hanya tersenyum dipuji seperi itu. Adit memang juara kelas. Semua kawan-kawannya senang pada Adit sebab dia selalu membantu kawan-kawannya belajar.
"Begini Adit, ibu ingin meminta tolong pada Adit agar mau membantu ibu menjaga Lara dirumah, soalnya neneknya Lara minggu besok akan pulang ke Jakarta untuk mendampingi adik ibu yang sedang kuliah disana. Kasihankan adik ibu itu wanita jika ditinggal sendiri takut kenapa-napa." Terang bu Monik.
"Iya nak Adit, bukannya nenek tidak betah tinggal disini tapi nenek cemas jika meninggalkan anak gadis nenek swndirian dikota." Lanjut nenek Lara.
"Adit maukan? Adit masih bisa sekolah kok. Lagi pula kasihan bibi sumi tidak ada yang membantu. Lara sekarang semakin susah diawasi dit." Kata bu Monik.
"Adit mau bu, kebetulan Adit sedang tidak ada pekerjaan." Kata Adit dengan senangnya. Dia mulai menyukai gadis kecil ini yang minta untuk digendong.
"Tuh lihat dit, Lara saja senang pada Adit, ya kan sayang." Kata nenek Lara pula.
Mereka terawa bersama sambil menggoda Lara.
Gubuk tua ini adalah saksi kisah Adit dan nenek Masnah. Adit
akhirnya tinggal bersama ibu Monik dan keluarganya. Keluarga yang telah
menganggapnya sebagai anak kandung mereka sendiri. Adit datang ke gubuk ini
saat libur sekolah saja. Adit menolak saat gubuknya ingin diperbaiki oleh bu
Monik dan pak Wawan. Ya, kini Adit sudah duduk di sekolah lanjutan umum.
"Nenek..Adit datang mengunjungi nenek. Semoga nenek bahagia
dirumah nenek yang baru di langit sana." Bisik Adit lirih sambil
menaburkan bunga diatas pusara nenek Masnah. Angin semilir menerpa wajah Adit
dengan lembut. Nenek Masnah pasti melihatnya dengan gembira, doanya ternyata
tidak sia-sia. Kini, cucu kesayangannya telah menjadi anak yang pandai dan
berguna bagi banyak orang.
0 komentar:
Posting Komentar