Beranda rumah sakit ini,
terasa sunyi di malam hari. Embusan angin malam ini menggigilkan tubuh kurusku.
Sejak dua hari lalu aku
harus rawat inap di sini, karena kemoterapi yang harus kujalani. Setiap sore,
Kuhabiskan di beranda depan kamar yang sunyi ini.
Terlihat di kejauhan,
seorang gadis manis berambut pirang dan sedikit acak-acakan, tubuhnya lebih
kurus daripada tubuhku, wajahnya yang terlihat sebagian, agak tirus dan pucat.
Ia di sana, di bangku taman yang menghadap pohon besar, yang di sampingnya
terdapat satu-satunya bunga mawar putih.
Ia hanya duduk diam, tak
bergerak, hanya dalam posisi menghadap ke sebuah pohon besar. Bajunya
menunjukkan kalau ia pasien rumah sakit ini.
Semakin saksama aku
memperhatikannya, beberapa helai rambutnya berjatuhan di atas pundaknya yang
datar. Sayang, aku tidak cukup berani untuk mendekati dan menegurnya.
Hari berikutnya, aku
kembali menghabiskan waktu sore di tempat biasa. Ia ada lagi di sana.
"Sus," panggilku
pada seorang perawat yang kebetulan lewat.
"Ada yang bisa saya
bantu?"
"Gadis itu, pasien
dari kamar mana?" tanyaku menunjuk ke arah gadis itu. Namun, aku
tercengang, mendapatinya tidak di sana.
"Yang mana, Dek?"
"Tadi, ada di sana,
Sus."
Karna penasaran, aku
mendekati bangku itu perlahan. Sesekali melemparkan pandangan ke kanan, lalu ke
kiri.
"Hah!! Gadis itu
...," batinku.
Lagi-lagi mataku dibuatnya
seperti berdusta. Ia muncul tiba-tiba. Dan langit, tiba-tiba berubah gelap.
Matahari pergi tanpa pamit. Mendung menyelimutinya dan terlelap di atas sana.
"Hai!" sapaku
ramah.
Ia diam. Rambutnya terlihat
semakin tipis. Kepalanya bergerak sesekali ke kanan dan ke kiri seperti
mendendangkan sebuah lagu.
"Aku, Safira. Ka...
Kamu, siapa, ya?" tanyaku agak gugup.
Ia masih tetap diam.
Terdengar senandung lagu yang agak asing di telingaku.
Rasa penasaran ini
menuntunku untuk lebih mendekatinya. Namun, aku masih belum dapat melihat
dengan jelas wajahnya yang terlihat tirus, dan pucat dari samping. Ia seperti
menggenggam sebuah benda di kedua tangannya.
"Apa yang kaubawa
itu?"
Ia tetap diam dan
memalingkan wajahnya.
Dengan hati-hati, aku duduk
di sampingya. Kali ini sangat dekat. Dan aku dapat mencium aroma tubuhnya yang
khas, yang belum pernah kucium sebelumnya.
"Aku hanya ingin
menjadi temanmu." Kucoba membujuknya.
Ia tetap bersenandung
sambil menggerakkan kepalanya.
"Lagu itu, terdengar
asing. Apa judulnya?" Aku kembali bertanya, berharap ia menjawab.
Ia diam sama sekali.
Kepalanya berhenti bergerak. Badannya bergerak seperti mengambil ancang-ancang.
Lalu--
"Aku Marisa. Tolong
aku," ucapnya parau.
"Apa aku bisa?"
tanyaku.
Ia memutar badannya, dan--
"Bantu aku pasang lagi
mata biruku yang indah ini."
Aku loncat seketika dari
posisi dudukku setelah melihat matanya yang berlubang dan di belatungi.
Bugh!!! Aku jatuh lemas.
Pandanganku kabur, dan tiba-tiba, aku berada di lantai kamarku.
"Bantu aku!" kata
sebuah suara dari seorang gadis yang berdiri di hadapanku.
"Tidaaakk!!!"
0 komentar:
Posting Komentar