Rabu, 10 Desember 2014

Gadis Itu Marisa

Beranda rumah sakit ini, terasa sunyi di malam hari. Embusan angin malam ini menggigilkan tubuh kurusku.
Sejak dua hari lalu aku harus rawat inap di sini, karena kemoterapi yang harus kujalani. Setiap sore, Kuhabiskan di beranda depan kamar yang sunyi ini.
Terlihat di kejauhan, seorang gadis manis berambut pirang dan sedikit acak-acakan, tubuhnya lebih kurus daripada tubuhku, wajahnya yang terlihat sebagian, agak tirus dan pucat. Ia di sana, di bangku taman yang menghadap pohon besar, yang di sampingnya terdapat satu-satunya bunga mawar putih.
Ia hanya duduk diam, tak bergerak, hanya dalam posisi menghadap ke sebuah pohon besar. Bajunya menunjukkan kalau ia pasien rumah sakit ini.
Semakin saksama aku memperhatikannya, beberapa helai rambutnya berjatuhan di atas pundaknya yang datar. Sayang, aku tidak cukup berani untuk mendekati dan menegurnya.
Hari berikutnya, aku kembali menghabiskan waktu sore di tempat biasa. Ia ada lagi di sana.
"Sus," panggilku pada seorang perawat yang kebetulan lewat.
"Ada yang bisa saya bantu?"
"Gadis itu, pasien dari kamar mana?" tanyaku menunjuk ke arah gadis itu. Namun, aku tercengang, mendapatinya tidak di sana.
"Yang mana, Dek?"
"Tadi, ada di sana, Sus."
Karna penasaran, aku mendekati bangku itu perlahan. Sesekali melemparkan pandangan ke kanan, lalu ke kiri.
"Hah!! Gadis itu ...," batinku.
Lagi-lagi mataku dibuatnya seperti berdusta. Ia muncul tiba-tiba. Dan langit, tiba-tiba berubah gelap. Matahari pergi tanpa pamit. Mendung menyelimutinya dan terlelap di atas sana.
"Hai!" sapaku ramah.
Ia diam. Rambutnya terlihat semakin tipis. Kepalanya bergerak sesekali ke kanan dan ke kiri seperti mendendangkan sebuah lagu.
"Aku, Safira. Ka... Kamu, siapa, ya?" tanyaku agak gugup.
Ia masih tetap diam. Terdengar senandung lagu yang agak asing di telingaku.
Rasa penasaran ini menuntunku untuk lebih mendekatinya. Namun, aku masih belum dapat melihat dengan jelas wajahnya yang terlihat tirus, dan pucat dari samping. Ia seperti menggenggam sebuah benda di kedua tangannya.
"Apa yang kaubawa itu?"
Ia tetap diam dan memalingkan wajahnya.
Dengan hati-hati, aku duduk di sampingya. Kali ini sangat dekat. Dan aku dapat mencium aroma tubuhnya yang khas, yang belum pernah kucium sebelumnya.
"Aku hanya ingin menjadi temanmu." Kucoba membujuknya.
Ia tetap bersenandung sambil menggerakkan kepalanya.
"Lagu itu, terdengar asing. Apa judulnya?" Aku kembali bertanya, berharap ia menjawab.
Ia diam sama sekali. Kepalanya berhenti bergerak. Badannya bergerak seperti mengambil ancang-ancang. Lalu--
"Aku Marisa. Tolong aku," ucapnya parau.
"Apa aku bisa?" tanyaku.
Ia memutar badannya, dan--
"Bantu aku pasang lagi mata biruku yang indah ini."
Aku loncat seketika dari posisi dudukku setelah melihat matanya yang berlubang dan di belatungi.
Bugh!!! Aku jatuh lemas. Pandanganku kabur, dan tiba-tiba, aku berada di lantai kamarku.
"Bantu aku!" kata sebuah suara dari seorang gadis yang berdiri di hadapanku.
"Tidaaakk!!!"



0 komentar:

Posting Komentar