Kamis, 15 Januari 2015

Kisah Sebuah Lukisan

Bintang berjalan perlahan, menyusuri jajaran lukisan yang dipajang di dinding. Seperti biasa, setiap minggu Bintang selalu mengunjungi Galeri Lukisan ini. Tak bosan-bosan memandangi lukisan yang pernah dia amati sebelumnya. Dia melihat ada satu lukisan baru yang dipajang di sudut utara Galeri. Bintang berjalan menuju tempat lukisan yang baru digantung di dinding itu. Dengan seksama, Bintang mengamati lukisan itu. Lukisan seorang kakek berkacamata yang sedang menulis, di sebelah kirinya ada seorang bocah lelaki yang mengenakan seragam putih merah.
Lama..., Bintang mengamati lukisan ini cukup lama. Beberapa saat kemudian, ada seorang pemuda berdiri di samping kirinya. Bintang tetap bergeming.
“Si Kakek sedang menggambarkan sesuatu untuk anak itu.” Si Pemuda mengeluarkan suaranya.
“Bisa saja dia sedang menulis, bukan?” jawab Bintang, tetap tidak menoleh. Mengkritisi pernyataan sok tahu si Pemuda.
“Tidak, dia sedang menggambar untuk anak itu. Bocah yang mengenakan seragam SD itu.”
“Dia sedang menggambar apa?”
“Jadi, suatu hari, Si Bocah pulang sekolah. Dia mendapatkan nol untuk ujian matematikanya. Dia takut akan dimarahi oleh bapaknya. Saat waktu pulang sekolah tiba, dia tidak langsung pulang sekolah. Dia duduk di pinggir lapangan, di atas pohon yang tumbang. Meratapi nilai sekolahnya yang buruk. Menangis. Kemudian datang seorang lelaki tua. Duduk di sampingnya.”
“Lalu...?” Bintang menoleh ke arah kirinya. Pemuda itu ikut menoleh menghadap ke wajah Bintang.
“Si Kakek itu mengambil kertas ujian yang berada di tangan si Bocah. Kemudian mengeluarkan pensil, dan memulai menggambar sesuatu di atas kertas itu. Setiap angka yang ada di atas kertas, dia hubung-hubungkan menjadi gambar yang luar biasa. Membuat di anak kecil itu terpukau.”
“Apa yang digambar olehnya?” tanya Bintang yang mulai penasaran.
“Rahasia.”
“Well, anda memang pengarang cerita yang hebat. Siapa nama anda? Seharusnya anda jadi penulis!” kata Bintang yang agak kesal dengan jawaban si Pemuda. Merasa tertipu.
“Saya tidak mengarang cerita. Nama saya Awan Tenggara.” Si Pemuda tersenyum, kemudian pergi meninggalkan Bintang.
Mata Bintang mengikuti arah perginya Awan.
'Dasar, ngawur!' pikir Bintang.
Kemudian dia kembali mencermati lukisan di hadapannya. Di bagian bawah kanan lukisan ada sebuah catatan dan tanda tangan pelukis.
‘Ini adalah kali pertama saya mengenal dunia.
Dunia saya saat ini.
Melihat deretan aritmatika berubah wujud
menjadi mahakarya mempesona.
Awan Tenggara.’
Bibir bawah Bintang seketika terbuka, dan tangannya perlahan mulai menyentuh bibir. Dia menoleh ke arah seluruh ruangan, mencari di mana pemuda itu. Nihil.

1 komentar:

  1. oi bro lu ngopi ini cerita darimana ye? :v pernah liat ini cerita

    BalasHapus