Selasa, 06 Januari 2015

Kura-Kura Laut

“Rion!” 
Aku menarik lengan Rion, cepat-cepat membawanya ke pantai.
“Apa, sih, tarik-tarik?!” protes Rion.
“Berisik!” jawabku, terus menariknya dan mempercepat lariku. “Kau harus lihat ini!”
“Menye—,” kaki Rion tersaruk pasir, “—balkan!” ujarnya, terdengar kesal.
Aku tidak peduli. Terus menariknya dengan penuh semangat. Bibirku bahkan tidak bisa berhenti tersenyum lebar. Angin laut yang lengket dan amis masuk ke mulutku tapi aku tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah sampai di tempat ‘itu’ segera!
“Hana,” Rion memanggil, kuabaikan.
“Hana,” panggilnya sekali lagi.
“Cepat, cepat,” kataku tak sabar. Kami hampir sampai dan pasir tebal di bawah kaki kami membuat langkah-langkah cepat kami makin berat.
“Ini manis sekali,” aku menarik Rion lebih semangat lagi. “Tadi aku sedang jalan-jalan sepanjang pantai dan aku menemukannya di ujung sana!”
“Menemukannya?” Rion mengulangi, terdengar ragu.
“Bayi kura-kura! Ratusan!” sahutku, terus berlari. “Bukankah itu manis?”
“Kau tahu,” katanya, “pendapatmu tentang sesuatu yang manis itu biasanya bias.”
Omong kosong. Aku tahu bagaimana membedakan sesuatu itu manis atau tidak. Dan, ini benar-benar manis! Tadi sewaktu aku jalan-jalan—ralat, sebenarnya tadi aku sedang marah dengan Rion karena dia—seperti biasanya—menyebalkan, dan menghabiskan waktu dengan menyusuri pantai dari ujung barat terus ke timur sementara Rion sibuk membaca peta, secara tak sengaja kulihat pasir tak jauh dari tepian pantai tiba-tiba amblas, membentuk kawah kecil. Karena penasaran, aku mendekat. Di situ, kulihat pecahan seperti cangkang telur kecil, dan kura-kura kecil yang manis merangkak naik, berusaha keluar dari kawah itu. Puluhan, mungkin ratusan bayi kura-kura! Mereka merangkak pelan, seperti berbaris menuju pantai, menuju lautan! Bukankah itu manis sekali? Jadi, cepat-cepat aku kembali ke tempat Rion, menariknya agar melihat ini.
“Lihat!” kataku, berhenti berlari dan menunjuk kawah kecil, sarang kura-kura yang kulihat tadi. Beberapa bayi kura-kura masih merangkak pelan.
“Manis sekali, kan?” Aku berjongkok, mengambil satu bayi kura-kura yang lewat dekat kakiku dan mengangkatnya di telapak tanganku. Kembali berdiri, aku menunjukkannya di depan Rion.
“Aku baru tahu bayi kura-kura selalu menuju ke laut ketika menetas.” Kuletakkan kembali bayi kura-kura di tanganku. Begitu menjejak pasir, bayi mungil itu langsung merangkak menuju pantai. Manis sekali!
“Hana,” Rion mendesah, “kau membawaku lari-lari hanya untuk ini?”
Hanya, katanya? Ini manis sekali!
Aku menatapnya galak. Orang yang satu ini benar-benar tidak mengerti apa pun.
“Lagipula,” katanya, “itu bukan bayi kura-kura. Itu bayi penyu.”
“Eh?” Aku mengerjap. Rion berbalik dan mulai berjalan cepat meninggalkanku.
“P-penyu? Apa itu? Kura-kura laut?”
“Berisik!”
“Rion, tunggu!” Aku berlari menyusul Rion, tapi dia justru mempercepat langkahnya. Padahal, aku memerlukan jawabannya tentang apa itu penyu.
Ugh, menyebalkan!

2 komentar:

  1. Hallo. Saya teman dari penulis yang menulis tulisan ini dan saya mau tanya apa kamu sudah meminta izin memasang cerita ini di blog? karena saya tidak melihat kamu mencantumkan sumbernya.

    BalasHapus
  2. Permisi, saya mengenal orang yang menulis karya ini. Saya mau tanya, kenapa anda tidak izin kepada pemiliknya untuk diposting di blog anda? Dan, sumbernya juga tidak dicantumkan, yang jelas-jelas ini bukan karya anda.

    BalasHapus